Dengan lahirnya UU Desa No 6 tahun 2014, Desa diberi
kewenangan yang besar. Hal ini memberikan kejelasan desa dalam struktur ketatanegaaraan
di Indonesia. Salah satu tujuan dari UU Desa adalah desa menjadi mandiri dan
sejahtera. Hal ini dapat dicapai jika Desa memiliki lembaga ekonomi yang
berdasarkan pada keinginan masyarakat desa yang berangkat dari potensi desa
yang dipunyai oleh desa tersebut. Lembaga ekonomi dengan pendekatan yang
berbeda dengan era sebelumnya dimana pemerintah memiliki peran yang terlalu
besar sehingga mematikan kemandirian. Lembaga ekonomi tersebut adalah Badan
Usaha Milik Desa.
Dalam UU Desa juga disebutkan Bumdesa selain sebagai
lembaga ekonomi juga memiliki fungsi sosial. Berat? Iya, 2 buah hal yang bertolak
belakang tapi di Bumdesa harus bisa dilakukan secara berimbang. Lembaga swasta
yang profit oriented saja punya kemungkinan gagal, maka yang dilakukan Bumdesa sungguh
luar biasa dan tentunya memerlukan effort yang tinggi.
Sekarang setelah 6 tahun UU Desa, bagaimanakah
perkembangan Bumdesa? Di Kabupaten Kulon Progo Bumdesa berembrio dari LKM Binangun
bergerak dalam bidang jasa keuangan. Dengan modalnya berasal dari hibah APBD
pada tahun 2007. Pada tahun 2013 dengan adanya SKB Tiga Menteri yang
mengharuskan LKM berbadan hukum. Dari 3 pilihan yaitu Koperasi, BPR, Bumdesa
maka bumdesa yang menjadi badan hukum selanjutnya untuk LKM ini. Menurut Kepala
Dinas PMD Dalduk & KB Kabupaten Kulon Progo dari 87 Bumdesa yang sehat
& berkembang baik baru 25 unit (Harjo, 25 Maret 2019). Sehat yang berarti
tingkat kemacetan pinjaman (NPL) dibawah 5% sedangkan Berkembang baik yaitu unit
usahanya sudah menyasar di luar jasa keuangan.
Kenapa demikian?Disini saya akan mencoba
mengidentifikasi permasalahan BUMDES sehingga belum memenuhi harapan kita
terutama disisi kualitatif. Tulisan saya disini bersumber dari pengamatan
sehari –hari dalam proses pendampingan, pergaulan dalam komunitas bumdes maupun
dari media informasi baik cetak maupun internet.
- Kesalahan dalam memilih jenis usaha maupun kebingungan memilih unit usaha baru
Tak bisa dipungkiri bumdesa adalah lembaga usaha yang
dalam pengelolaannya dibutuhkan jiwa kewirausahaan. Sehingga dalam perekrutan
SDM, aspek kewirausahaan harus diutamakan, bukan lagi karena orang yang dekat
si anu maupun hal lain yang tidak menunjang perkembangan bumdesa. Selain itu perlu
dilakukan pemetaan potensi setiap desa yang dilakukan oleh pemdes beserta
bumdesa yang akan menjadi panduan dalam pembentukan unit baru sehingga tidak
terjadi lagi unit usaha yang berangkat tanpa memperhatikan potensi desa maupun
apa yang dibutuhkan masyarakat bukan copy paste dari desa yang lain.
- Kekurangkompakan Bumdesa dengan Pemerintah Desa maupun BPD
Diperlukan ekosistem yang menjamin tumbuh kembangnya bumdes
dengan menyediakan iklim kondusif untuk bumdes berusaha dan membantu serta menyediakan
solusi masalah – masalah Bumdes dan model kolaborasi bumdes dengan pemdes dan
masyarakat.
- Sekala usaha kecil –kecil dan tidak terhubung dengan industri maupun pasar.
- Pelatihan Bumdesa yang masal, gebyah uyah dan tanpa terkonsep.
Setiap desa memiliki potensi,kultur dan permasalahan
yang berbeda –beda. Sehingga bentuk pelatihan
diatas seyogyanya diganti menjadi pelatihan dan pendampingan yang
spesifik sesuai kebutuhan, melibatkan para ahli/praktisi dan berkelanjutan.
- Dukungan ke Bumdesa masih “setengah hati”
Masih banyak pemdes yang belum memberikan penyertaan
yang layak terhadap Bumdesa.
Inilah sekian permasalahan yang bisa kami potret dari
bumdesa di Kulon Progo. Mungkin masih banyak permasalah yang belum ditulis
disini baik yang bersifat lokal maupun yang berasal dari pranata supra desa
yang mungkin lain kali akan kita bahas Semua ini dikarenakan rendahnya
pemahaman kami. Jika kita semua menginginkan bumdesa menjadi bumdesa yang maju
dan berkembang, tentunya permasalahan diatas harus kita atasi bersama. Tabik (BUDI_PLD TEMON)
0 komentar:
Posting Komentar