Rapat Koordinasi P3MD Kabupaten Kulon
Progo yang pertama untuk bulan Maret 2020 diisi dengan materi Perencaan
dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) bertemepat di Dinas Sosial
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo. Peserta
pelatihan adalah Tenaga Ahlli P3MD, Pendamping Desa Pemberdayaan dan Pendamping
Desa Teknik Infrastruktur Kabupaten Kulon Progo. Penyelenggara pelatihan adalah Dinas
Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo yang
bekerjasama dengan LSM Kalyana Mitra.
Adapun Tujuan dari pelatihan adalah pertama memberi pemahaman
kepada peserta tentang pentingnya Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam program pembangunan. Kedua memberi
pemahaman tentang model perencanaan berbasis kinerja. Ketiga memberi pemahaman
konsep dan tatalaksana PPRG. Keempat
melatih peserta untuk menyusun PPRG dalam program
dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan melalui Gender Analisys Pathway
(GAP).
Pengarusutamaan
Gender ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan, yaitu
pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik
laki-laki maupun perempuan.
Dalam
percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender, maka perspektif gender perlu
diintegrasikan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran di sektor-sektor
pembangunan yang dinamakan dengan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif
Gender (PPRG).
Perencanaan
dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) yang direfleksikan dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan (RPJMKal), Rencana Kerja
Pemerintah Kalurahan (RKPKal), Renstra dan Renja diharapkan dapat menghasilkan
Anggaran Responsif Gender (ARG), dimana kebijakan pengalokasian anggaran
disusun untuk mengakomodasi kebutuhan berbeda antara perempuan dan laki-laki,
anak-anak, lansia, kelompok disabilitas serta kaum marginal.
Anggaran desa
merupakan salah satu komponen dasar kebijakan pemerintah yang berperan sebagai
alat utama tujuan pembangunan di tingkat desa. Dalam perspektif mikro,
kebijakan anggaran desa merupakan keputusan politik yang ditetapkan desa.
Sebagai keputusan politik kebijakan anggaran sering melalui proses politik yang
panjang dan kompleks. Tidak bisa dihindariterjadi perebutan kepentingan
diantara elit desa dan kelompok masyarakat desa, sehingga penganggaran pro poor dan responsif gender menjadi
sebuah keniscayaan.
Terdapat
beberapa alasan perlunya perencanaan dan penganggaran partisipatif pro poor dan responsif gender :
- Anggaran merupakan entry point untuk mewujudkan keadilan melalui salah satu fungsi anggaran, yaitu distribusi.
- Anggaran dapat menjadi alat untuk implementasi program atau kegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah direncanakan baik itu jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
- Orang miskin juga membayar pajak dan retribusi yang menjadi sumber pendapatan negara.
- Untuk memastikan peruntukan penganggaran lebih tepat sasaran perlu didahului dengan analisis gender. Analisis meliputi pemetaan peran laki-laki dan perempuan dalam pembangunan.
Disampaikan
oleh Yohana dari LSM Kalyana Mitra bahwa “Perencanaan dan penganggaran
partisipatif pro poor dan responsif
gender masih menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya”. Beberapa
tantangan tersebut antara lain :
- Masih minimnya akses kelompok warga miskin dan perempuan untuk terlibat dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Dalam pembahasan tentang isu-isu strategis perempuan kurang dilibatkan.
- Pemahaman aparatur pemerintah desa terhadap regulasi atau aturan mengenai perencanaan dan penganggaran desa masih rendah.
- Masih kentalnya budaya patriarki masyarakat desa. Masalah pembangunan desa merupakan masalah para elit desa dan hanya menjadi urusan laki-laki.
Dengan
adanya pelatihan PPRG kepada pendamping desa diharapkan mampu memberi wawasan
tambahan kepada kalurahan tentang kebijakan penganggaran yang pro poor dan responsif gender.(AZM)
0 komentar:
Posting Komentar