Photo Rakor Penyehatan Bumdes |
P3MD Kulon Progo; Fenomena tengkulak atau rentenir dalam kehidupan ekonomi di desa bukan barang baru. Sudah sejak lama mereka menguasai ekonomi masyarakat dengan perputaran uangnya yang menjerat leher orang desa. Orang desa punya sebutan sendiri untuk para rentenir. Ada yang menyebutnya bank subuh karena pagi-pagi buta sudah menagih. Ada yang menjuluki bank rontok karena sebentar-sebentar merontok atau mengetuk pintu untuk menagih. Ada juga yang menyebutnya bank kelikit atau lalat karena gaya menagihnya seperti lalat yang tidak mau pergi sebelum mendapatkan apa yang dicari.
Apapun saja sebutannya, kita akui atau tidak, rentenir tetap laku dan diburu banyak orang desa. Ibarat lagu dibenci tapi disuka. Dicaci tapi dinanti. Orang desa pilihan hidupnya serba terbatas, termasuk pilihan tempat untuk meminjam uang dengan mudah dan cepat. Lembaga keuangan seperti bank masih jadi barang “mewah” bagi sebagian besar orang desa. Membayangkan bank seperti membayangkan sesuatu yang tak terjangkau tangan dan harapan. Sementara rentenir setiap saat lalu lalang di depan mata. Meminjam dari rentenir selain mudah juga cepat dengan syarat yang hampir tak ada. Soal bunga yang menjerat leher, memang jadi masalah, tetapi pilihan sekali lagi terbatas. Bahkan tak ada pilihan yang tersedia di desa kecuali rentenir. Sektor ekonomi riil di desa sulit sekali bergerak karena salah satunya keterbatasan modal kerja atau usaha. Meminjam uang di rentenir untuk usaha terlalu beresiko karena bunganya yang besar. Kalaupun terpaksa meminjam rentenir, biasanya untuk keadaan darurat yang teramat mendesak.
Pinjaman ke rentenir lebih banyak untuk keperluan belanja rumah tangga (konsumtif) ketimbang kepentingan produktif untuk usaha atau kerja. Fakta semacam ini menjadikan orang desa semakin terpuruk ke dalam kesulitan ekonomi dan semakin tak punya harapan untuk keluar dari jerat kemiskinan. Orang desa memerlukan hadirnya lembaga keuangan yang dapat meningkatkan akses mereka terhadap permodalan dengan syarat yang mudah mereka penuhi. Lembaga keuangan semacam itu sangat mendesak di perbanyak di desa dan dikelola oleh dan untuk masyarakat desa sendiri. Dalam konteks inilah kehadiran Badan Usaha Milik Desa Lembaga Keuangan Mikro (BUMDes LKM) menjadi penting. BUMDes LKM menjadi alat atau wadah pemberdayaan potensi ekonomi masyarakat desa dengan berbasis pada kemampuan lokal. Perkembangan BUMDes LKM sebagai suatu usaha keuangan mikro di Kapanewon Panjatan cukup mengembirakan, walaupun tetap harus ditekankan masih sangat terbuka peluang mengembangkan unit usaha baru yang lebih maju.
BUMDes LKM menjawab kebutuhan rill masyarakat desa yang memerlukan lembaga keuangan mikro yang terpercaya dan mudah mereka akses. BUMDes LKM berperan aktif ikut serta mengentaskan kemiskinan dan mengembangkan ekonomi masyarakat desa. BUMDes LKM tumbuh dan mengakar bersama masyarakat, dan terbukti mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin yang tidak terjangkau layanan lembaga keuangan formal. Dalam usaha menanggulangi kemiskinan dan menggerakkan ekonomi rakyat, maka penguatan, pemberdayaan, dan pengembangan Lembaga keuangan mikro seperti BUMDes LKM, dilakukan dengan prinsip Mandiri, Transparan-Profesional, Prudential atau disingkat MANTAPP. Mandiri bermakna tidak tergantung pada pihak lain dan dalam bekerjasama dengan pihak lain dilakukan tanpa tekanan dan tendensi apapun. Transparan berarti pengelolaan usaha dilakukan secara terbuka. Profesional merujuk kepada manajemen usaha yang dijalankan dengan mengacu pada prinsip profesionalisme. Prudential berkaitan dengan prinsip pemberian kredit atau pinjaman dilakukan berdasarkan asas kehati-hatian melalui penilaian kelayakan dan prosedur yang ditentukan.
Saat ini di Kapanewon Panjatan terdapat 11 BUMDes - LKM yang tersebar disebelas Kalurahan. Sejumlah BUMdes berkembang baik bahkan sangat baik. Sejumlah lainnya masih terus berbenah dan meningkatkan dirinya menjadi lebih baik. Terkait hal itu ada beberapa Bumdesa di Kapanewon Panjatan akan sedang melakukan penyehatan atau Restrukturisasi LKM, dengan tujuan untuk menekan laju pinjaman macet (NPL - NON PERFORMANCE LOAN). Salah satu Bumdesa yang sudah melakukan Penyehatan LKM (Restrukturisasi) adalah Bumdesa Kalurahan Cerme, penyehatan dilakukan pada bulan Maret 2020 hingga bulan September 2020. Sayangnya dimasa penyehatan ini terkendala masalah Covid 19 sehingga penagihan tidak bisa maksimal, tetapi sungguhpun demikian dalam tiga bulan masa aktif penagihan sudah terkumpul uang sekitar 70 juta dari hasil Cash Pick Up oleh Tim Penyehatan Kalurahan Cerme.
Tantangan yang dihadapi setiap BUMDes LKM berbeda-beda, tetapi secara umum tantangan terbesar adalah mengubah pola pikir masyarakat dan memperkuat kelembagaan BUMDes LKM menjadi profesional. Kedepan pembenahan dan pembinaan BUMDes LKM yang ada masih menjadi pekerjaan bersama segenap kalangan, tak terkecuali pemerintah di setiap jenjangnya. Bahkan dalam pengembangan ke depan, pemerintah berposisi strategis untuk memberikan dukungan kongkret dan signifikan kepada setiap BUMDes LKM yang ada. Sementara itu upaya mendorong perluasan kehadiran BUMDes LKM di tiap desa juga penting karena semakin banyak BUMDes LKM di tiap desa, semakin terbuka peluang masyarakat desa mengakses modal dengan bijak dan terlepas dari jerat rentenir yang menghisap. Semoga.
Penulis:
Lesandi Utomo (PDP Kap. Panjatan)
Tim Penyehat Bumdes |